Berdasarkan data yang dirilis oleh United Nation Development Programme (UNDP) pada web site http://hdr.undp.org/en/data dengan mempertimbangkan faktor usia, pendidikan dan ekonomi. Menempatkan Indonesia pada urutan ke-107 dari 189 negara dan urutan ke-5 untuk wilayah ASEAN, di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. Selain itu hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang diterbitkan pada maret 2019 lalu memotret sekelumit masalah pendidikan Indonesia yang tersaji pada laman online https://www.oecd.org/pisa/publications/PISA2018_CN_IDN.pdf. Yang disurvei oleh PISA yaitu literasi membaca, literasi sains, dan numerasi, Keadaan pandemik Covid-19 yang mengharuskan siswa belajar dari rumah alias sekolah ditutup sampai bulan Mei 2021, sudah berlangsung selama 64 minggu. Berdampak pada skor PISA yang rendah, skor Indonesia tergolong rendah karena berada di urutan ke-74 dari 79 negara, dengan rata-rata skor literasi membaca 371, rata-rata skor literasi numerasi 379 dan rata-rata skor literasi sains 389.
Salah benar solusi untuk mengatasi masalah yang sudah dijelaskan di atas, yaitu guru perlu menerapkan praktik pembelajaran yang berpihak pada siswa dengan melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran supaya keteampilan 4C dan kemampuan literasi membaca, sains dan numerasi dapat tercapai. Lesson study for learning community (LSLC) berbasis STEM (Sains, tekcnology, enginering dan matematika) merupakan konsep model pembelajaran yang dijelaskan oleh Prof. Sumar Hendayana, Ph.D dalam kegiatan komunitas belajar online bulanan yang bekerjasama dengan DInas Pendidikan Kab. Sumedang.
Pada kegiatan LSLC, seorang guru dilatih untuk membangun jiwa kepemimpinan dalam pembelajaran (leadership) serta menggerakkan kolega atau teman sejawat untuk saling belajar melalui open class (buka kelas). melalui LSLC ini, kita dapat menggunakan model atau media seperti apa pun akan dapat dilaksanakan. kalau diibaratkan kendaraan, LSLC sebagai mobilnya dan STEM sebagai muatannya.
Hal pertama yang perlu dilakukan supaya pembelajaran kita berbasis STEM adalah menyajikan problem kontekstual yang berada disekitar siswa. Tentunya seorang guru harus peka terhadap permasalahan yang ada di sekitarnya, baik dari bidang kesehatan, energi, pangan maupun konstruksi. Permasalahan yang disajikan dapat berupa narasi (wacana), gambar, grafik, tabel, maupun infografis. Dari permasalahan tersebut kemampuan literasi siswa terlatih, siswa dibimbing lewat pertanyaan-pertanyaan untuk berpikir secara kritis dan berkolaborasi dengan temannya. Setelah menyelesaikan atau mendapatkan solusi dari permaslahan yang diajukan, seterusnya siswa membuat prototipe atau purwarupa untuk mewujudkan solusi dari permaslaah tersebut. Purwarupanya dapat berupa desain gambar, atau prototipe alat sederhana.
Semoga dengan Model pembelajaran STEM, learning loss yang dikhawatirkan pengamat pendidikan tidak terjadi. Inilah bakti guru bagi ibu pertiwi, untuk menjaga amanah guna mengantarkan generasi yang berkarakter pancasila menyambut Indonesia Emas 2045.
Sumber rujukan
1. https://www.oecd.org/pisa/publications/PISA2018_CN_IDN.pdf
2. http://hdr.undp.org/en/data
3. File materi STEM dari Prof. Sumar Hendayana, Ph.D
Pa uyan terimakasih, mantap. Jadi terinspirasi
ReplyDelete