Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Standar Nasional Pendidikan dalam PP 57 tahun 2021 tentang Standar Pendidikan Nasional adalah kriteria minimal tentang sistem Pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendidikan
di Indonesia membutuhkan standar nasional yang memerlukan penyesuaian terhadap
dinamika dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, serta kehidupan
masyarakat untuk kepentingan peningkatan mutu pendidikan menjadi pertimbangan
pertama dengan terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 57 tahun 2021 tentang
Standar Pendidikan Nasional. Selain itu Peraturan Pemerintah nomor 57 tahun
2021 juga memiliki latar belakang bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan belum dapat memenuhi kebutuhan sistem pendidikan saat ini,
sehingga perlu diganti dengan Standar Nasional Pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan sekarang.
Berdasarkan data yang dirilis oleh United Nation Development Programme
(UNDP)[1] dengan
mempertimbangkan faktor usia, pendidikan dan ekonomi, menempatkan Indonesia
pada urutan ke-107 dari 189 negara dan urutan ke-5 untuk wilayah ASEAN, di
bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. Selain itu hasil survei Programme for
International Student Assessment (PISA)[2] 2018 yang
diterbitkan pada maret 2019 lalu memotret sekelumit masalah
pendidikan Indonesia dengan indikator survei yaitu literasi membaca,
literasi sains, dan numerasi. Menempatkan Indonesia memperoleh skor PISA yang
rendah. Hal ini menyebabkan Indonesia berada di urutan ke-74 dari 79
negara, dengan rata-rata skor literasi membaca 371, rata-rata skor literasi
numerasi 379 dan rata-rata skor literasi sains 389. Apalagi pada saat sekarang
ini terjadi pandemik Covid-19 yang mengharuskan siswa belajar dari rumah alias
sekolah ditutup. Sampai bulan Oktober 2021 saja, sudah berlangsung selama 84
minggu.
Mulai tahun 2021 Ujian Nasional (UN) diganti dengan
Asesmen Nasional (AN). AN ini dirancang khusus untuk fungsi pemetaan dan
perbaikan mutu pendidikan secara nasional. Yang akan diujikan pada asesmen
nasional terdiri dari tiga bagian, yaitu asesmen kompetensi minimum atau yang
disingkat dengan AKM, Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar atau yang
disingkat SLB. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) merupakan penilaian kompetensi
mendasar yang diperlukan oleh semua murid untuk mampu mengembangkan kapasitas
diri dan berpartisipasi positif pada masyarakat. Terdapat dua kompetensi
mendasar yang diukur oleh AKM, yaitu : literasi membaca dan literasi matematika
(numerasi). Baik pada literasi membaca dan numerasi, kompetensi yang dinilai
mencakup keterampilan berpikir logis-sistematis, keterampilan bernalar
menggunakan konsep serta pengetahuan yang telah dipelajari, serta keterampilan
memilah serta mengolah informasi. AKM menyajikan masalah-masalah dengan beragam
konteks yang diharapkan mampu diselesaikan oleh murid menggunakan kompetensi
literasi membaca dan numerasi yang dimilikinya. AKM dimaksudkan untuk mengukur
kompetensi secara mendalam, tidak sekedar penguasaan konten materi belaka.
Asesmen
Nasional dalam proses mendidik seperti diibaratkan mencicipi dalam proses
membuat makanan, kalau makanan tersebut kurang garam, maka tambahin garam
masakan tersebut. Begitupun dalam Asesmen Nasional, setelah melaksanakan
Asesmen Nasional, setiap sekolah akan mendapatkan rapot AN yang isinya berupa
hasil daripada Asesmen Kompetensi Minimum mulai dari rata-rata kemampuan
literasi membaca dan numerasi, karakter siswa dan lingkungan belajar yang
mendukung untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Setelah
menerima raport hasil Asesmen Nasional, sekolah bertanggung jawab terhadap
masyarakat disekitarnya untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas mutu
pelayanan pendidikan. Kalau ada yang kurang, diperbaiki dan kalau ada yang
bagus dipertahankan atau ditingkatkan supaya lebih bagus lagi. Oleh sebab itu
tiga pilar pendidikan sangat penting yang terdiri dari sekolah, keluarga dan
masyarakat. Ketiganya saling mendukung atau berkolaborasi dalam mewujudkan
tujaun pendidikan nasional.
Asesmen
Nasional dilaksanakan secara online dan semi online dengan menggunakan
komputer. Bagi sekolah yang belum memiliki sarana prasarana komputer dan
jaringannya, melaksanakan AN menumpang disekolah lain yang lengkap peralatan komputer
serta jaringan internetnya. Hal ini tentunya memerlukan biaya yang tidak
sedikit untuk menumpang AN. Fakta dilapangan
menyebutkan masih banyak sekolah (terutama SD) yang belum memiliki
sejumlah komputer dan jaringannya, selain itu belum meratanya kekuatan sinyal
internet disejumlah wilayah. Sehingga pada saat pelaksanaan untuk yang moda
online, peserta AN kesulitan untuk log in
dan masih sering terbaca server error.
Diharapkan untuk tahun depan pemerintah sudah memperbaiki kelemahan-kelemahan
pada server, sehingga lancar dalam pelaksanaannya.
Selain
keperluan untuk pelaksanaan AN seperti listrik dan kuota, belum lagi jarak
sekolah sampai ke tempat pelaksanaan AN jauh. Jarak jauh dan waktu yang begitu
panjang menyebabkan pengeluaran biaya tidak sedikit, sangat disayangkan apabila
dalam pelaksanaannya ada yang berbuat kecurangan, hanya demi gengsi sekolah. Kalau
isinya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, maka yang dirugikan adalah
siswa. Sehingga hilanglah tujuan pendidikan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Apabila
yang terjadi adanya kecurangan dalam Asesmen Nasional, seperti yang
dikhawatirkan para pengamat contohnya ditakutkan adanya joki bagi peserta AN
yang tidak hadir, maka nilai yang didapat pada rapot AN akan bias atau semu dan
tidak berarti apa-apa untuk sekolah tersebut. Hal ini kemungkinan belum bisa move on dari Ujian Nasional. Dengan pola
pikir terdahulu seperti merekayasa hasil Asesmen Nasional melalui cara membantu
siswa agar nilainya bagus-bagus akan menaikkan pamor sekolah. Tetapi hal
tersebut sebenarnya telah berkhianat pada tujuan diadakannya Asesmen Nasional,
yaitu sebagai sarana untuk mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan
dan hasilnya akan terpetakan mutu kualitas pelayanan pendidikan. Sedangkan hasil
dari layanan pendidikan di sekolah yaitu
kemampuan berpikir yang diuji lewat AKM dan kemampuan berperilaku yang diuji
lewat survei karakter. Untuk mengantisipasi adanya gagal paham dalam Asesmen
Nasional, saya harap pemangku kebijakan dalam hal ini Kemendikbudristek mengintervensi
dinas pendidikan tiap kabupaten untuk menyelenggrakan sosialisasi sampai kepada
sekolah-sekolah di daerah 3T.
Selain
dikhawatirkan adanya kecurangan pada Asesmen Nasional, juga adanya miskonsepsi
dalam pendidikan. Siswa beranggapan bahwa soal-soal yang keluar pada AKM adalah
materi yang sudah diajarkan. Akan tetapi tidak demikian, soal yang keluar
berupa kemampuan literasi membaca dan numerasi yang berasal dari lintas mata
pelajaran dan membutuhkan kemampuan berpikir analisis untuk menyelesaikannya.
Dalam hal ini siswa belum terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Melalui literasi membaca siswa diharapkan
dalam belajarnya untuk memahamai bacaan yang berupa wacana, gambar, tabel,
grafik dan infograsi atau fenomena yang terjadi. Sedangkan kemampuan numerasi siswa
diharapkan dapat membaca angka-angka secara sederhana dan menyelesaikan masalah
yang ada pada setiap stimulus yang disajikan. Oleh sebab itu mata pelajaran
yang ada pada kurikulum menjadikan beban siswa lebih berat, karena tuntutan
kurikulum masih terlalu banyak. Sedangkan kurikulum yang sekarang hasil
akhirnya berupa angka-angka yang tertuang dalam sebuah rapot dan ijazah. Pada
dunia kerja sekarang ini sudah tidak percaya lagi pada angka-angka, melainkan
lebih percaya pada kompetensi masing-masing pelamarnya. Seperti saat
diwawancara, apakah pelamar dapat menjawab dengan percaya diri atau jawabannya
tidak fokus pada persoalan yang ditanyakan?. Soal-soal yang diujikan pada
penilaian harian maupun semester, hanya berada pada level 1 yaitu mengingat
saja, sedangkan tidak mungkin semua materi mata pelajaran dapat diingat oleh
siswa. Oleh sebab itu penyederhanaan kurikulum menjadi suatu keharusan, supaya
tuntutan kurikulum tidak terlalu berat dan satuan pendidikan berfokus pada
peningkatan kemampuan literasi, numerasi, kemampuan abad 21 yaitu berpikir
kritis, kreatif, kolaborasi dan komunikasi serta dilandasi dengan pendidikan
karakter yang berakhlakul karimah.
Comments
Post a Comment