SATU RT SATU USAHA (SATESAHA) DALAM
PENGENTASAN KEMISKINAN
Suryan
Nuloh Al Raniri, S.Pd
SMPN
1 Surian kab. Sumedang
Email
: kanguyan85@gmail.com
ABSTRAK
Artikel ini membahas mengenai peranan Badan
Usaha Milik Desa (Bumdes) dalam menyejahterakan warga masyarakat guna
mengentaskan kemiskinan melalui gerakan satu RT satu usaha (Satesaha). Tujuan
kajian pustaka ini adalah untuk mencari solusi agar warga masyarakat dapat
hidup sejahtera dengan adanya lapangan pekerjaan yang memerlukan tenaga kerja
dalam skala mikro dan kecil sehingga akan berdampak pada menurunnya angka
kemiskinan di wilayah perdesaan. Metode penulisan artikel ini adalah kajian
pustaka mengenai gerakan satu RT satu Usaha (Satesaha) dalam pengentasan
kemiskinan di wilayah perdesaan. Melalui program satu RT satu usaha (Satesaha)
diharapkan warga masyarakat dapat meningkat taraf hidupnya sehingga berdampak
pada kesejahteraan dan menekan angka kemiskinan dengan bantuan Bumdes yang
dapat memasarkan, membiayai dan membina setiap usaha yang ada di wilayah Rukun
Tetangga.
Kata Kunci : Bumdes, pengentasan kemiskinan, satesaha
A. PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan dengan tujuan akhir
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, strategi
pembangunan harus diletakan pada bidang pembangunan produksi dan infrastruktur untuk memacu
pertumbuhan ekonomi serta peningkatan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan
tujuan dan strategi pembangunan tersebut, maka pelaksanaan pembangunan harus diarahkan pada
bidang-bidang yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Khusus di bidang
ekonomi, pembangunan harus lebih ditekankan pada peningkatan yang bersamaan antara pertumbuhan
ekonomi dengan pendapatan perkapita sehingga akan mendongkrak daya beli untuk
memenuhi segala kebutuhan masyarakat. Menurut Budi Winarno (2010) pembangunan adalah perluasan
ruang kebebasan manusia sehingga pembangunan harus mampu menghilangkan segala
macam hambatan kearah pencapaian kebebasan tersebut, maka pembangunan harus
mampu memenuhi kebutuhan fisik dan psikis sekaligus.
Upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia menunjukkan kemajuan yang
berarti. Kemajuan ini ditunjukkan oleh dua indikator, yaitu persentase penduduk
yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional dan indeks kedalaman kemiskinan.
Tingkat kemiskinan di daerah perdesaan masih lebih tinggi dibandingkan dengan
di daerah perkotaan sehingga memerlukan peningkatan pembangunan perdesaan hal
ini berdasarkan laporan pencapaian tujuan pembangunan millennium (MDGs),
tingkat kemiskinan di daerah perdesaan Indonesia adalah 15,72 persen pada tahun
2011 sedangkan di wilayah perkotaan hanya 9,23 persen. Berbagai kebijakan makro ekonomi yang
diarahkan pada upaya untuk mendorong secara simultan, peningkatan kinerja sektor
riil maupun moneter harus tetap dikembangkan. Indikator yang kerap digunakan untuk
mengevaluasi hasil-hasil pembangunan bidang ekonomi suatu wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) baik yang dihitung dari sisi produksi dan penggunaan serta disajikan atas dasar
harga berlaku (current price) dan
harga konstan (constan price). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan dasar pengukuran atas
nilai tambah yang mampu diciptakan akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi dalam
suatu wilayah. Data PDRB suatu daerah menggambarkan indikator
ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan
pembangunan ekonomi suatu daerah. Oleh karena itu besarnya PDRB yang mampu
dihasilkan sangat tergantung pada faktor sumber daya alam yang selanjutnya dinamakan
SDA dan sumber daya manusia yang selanjutnya dinamakan SDM. Adanya keterbatasan
dua faktor di atas menyebabkan PDRB bervariasi antar daerah.
Secara makro besaran PDRB kabupaten
Sumedang tahun 2017, atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha sebesar
Rp. 29.638.762,8, sedangkan atas dasar harga konstan 2010, PDRB Sumedang
sebesar Rp. 21.276.696,5. Laju pertumbuhan PDRB Sumedang atas dasar harga
konstan atau laju perkembangan ekonomi (LPE) Kabupaten Sumedang tahun 2017
yaitu sebesar 6,23 persen, mengalami kenaikan dari tahun 2016 dimana laju
pertumbuhan PDRB nya sebesar 5,70 persen. Struktur perekonomian Kabupaten
Sumedang yang digambarkan oleh distribusi PDRB atas dasar harga berlaku
menunjukkan bahwa konstribusi nilai tertinggi PDRB Kabupaten Sumedang pada
tahun 2017 dicapai oleh lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan disusul
oleh lapangan usaha industri pengolahan, kemudian lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, dan lapangan usaha
konstruksi. Masing-masing sebesar 20,33 persen, 18,36 persen, 15,90 dan 10,19
persen. Sedangkan konstribusi terkecil diberikan oleh sektor pengadaan air,
pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang sebesar 0,02 persen. Perkembangan PDRB yang dihitung atas
dasar harga berlaku belum dapat dijadikan sebagai indikator yang menggambarkan peningkatan
volume produk barang atau jasa di wilayah Sumedang (kinerja perekonomian), karena pada
besaran PDRB tersebut masih terkandung inflasi yang sangat mempengaruhi harga
barang/jasa secara umum. Untuk menganalisis perkembangan dari volume produk barang/jasa atau pertumbuhan
ekonomi secara makro umumnya digunakan PDRB yang dihitung atas dasar harga konstan.
Sampai dengan tahun 2017 perekonomian
Kabupaten Sumedang masih tampak didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan yakni dengan kontribusi pembentukan nilai tambah sebesar 20,33 persen
terhadap PDRB. Hal ini dapat dipahami
karena sektor pertanian, kehutanan dan perikanan dengan pengelolaan yang cenderung masih tradisional, tidak tergantung
pada bahan impor dan berbasis teknologi sederhana, merupakan usaha yang banyak digeluti oleh masyarakat Sumedang
sampai saat ini. Dari sisi
penciptaan nilai tambah, kecepatan sektor ini dalam menciptakan nilai tambah
sangatlah lambat dibandingkan dengan
sektor lainnya terutama industri manufaktur, sehingga tidaklah mengherankan jika wilayah yang didominasi oleh
sektor pertanian cenderung pertumbuhan ekonominya
sangat lamban. Kendati demikian, sektor pertanian merupakan sektor yang sangat tahan terhadap gejolak moneter yang ada, ini
terbukti pada masa krisis, sektor pertanian merupakan penyanggah perekonomian di Indonesia pada umumnya. Tingginya
peranan sektor pertanian terhadap
perekonomian Kabupaten Sumedang banyak disumbang oleh subsektor tanaman bahan makanan (Tabama). Sedangkan sub sektor lainnya yaitu subsektor industri
pengolahan, konstruksi, perdagangan besar dan eceran masing-masing memberikan kontribusi sebesar 18.36,
10.19, 15.90 persen.
Pengembangan basis ekonomi di
perdesaan sudah sejak lama dijalankan oleh Pemerintah melalui berbagai program,
namun upaya itu belum membuahkan hasil yang memuaskan sebagaimana yang
diinginkan bersama. Berbagai program Pemerintah untuk pengembangan ekonomi di
perdesaan antara lain Usaha Ekonomi Desa- Simpan Pinjam (UED-SP), Lembaga
Simpan Pinjam Berbasis Masyarakat (LSPBM), Badan Kredit Desa (BKD), Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan ( P2KP), serta Program UPK-PKP-PKK sudah
digulirkan untuk memperkuat perekonomian di desa, namun hasilnya belum
memuaskan. Faktor penyebab kurang berhasilnya program-program tersebut paling
dominan adalah daya kreativitas dan inovasi masyarakat desa dalam mengelola,
dan menjalankan mesin ekonomi di perdesaan.
Strategi
penguatan ekonomi desa melalui BUMDes, merupakan salah satu solusi untuk
melepaskan ketergantungan masyarakat desa terhadap bantuan Pemerintah dan untuk
dapat menggali potensi daerah. BUMDes, merupakan lembaga usaha yang dikelola
oleh masyarakat dan pemerintahan desa serta tidak lagi didirikan atas instruksi
Pemerintah, tidak dikuasai oleh kelompok tertentu serta dalam menjalankan usahanya
untuk kepentingan hajat hidup orang banyak yang strategis di desa. Selain itu
lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dibentuk
berdasarkan kebutuhan dan potensi desa.
Badan Usaha Milik Desa selanjutnya disingkat dengan BUMDes diproyeksikan
muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di wilayah perdesaan.
Menghadapi
situasi pertumbuhan ekonomi yang sangat
lamban perlu menerapkan strategi-strategi pengembangan. Salah satu
pengembangannya yaitu diperlukan adanya suatu gerakan yang masif disetiap
kelompom warga masyarakat dalam lingkup rukun tetangga (RT).
2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah, rumusan masalahnya adalah :
a.
Apakah
diperlukan sebuah gerakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat?
b.
Bagaimana
peranan Bumdes dapat mengentaskan kemiskinan?
3.
Tujuan
Tujuan
penulisan artikel ini untuk:
a.
Mengetahui
gerakan yang masif dalam menyejahterakan masyarakat
b.
Mengetahui
cara memaksimalkan Bumdes dalam mengentaskan kemiskinan
4.
Manfaat
Manfaat dari penulisan artikel ini
adalah :
a.
Dapat
menjadi solusi dalam mengentaskan kemiskinan
b.
Dapat
menumbuhkan kepedulian sosial bagi guru
B. KAJIAN
TEORI
1.
Badan
Usaha Milik Desa
BUMDes
merupakan lembaga usaha yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa
serta tidak lagi didirikan atas instruksi Pemerintah, tidak dikuasai oleh
kelompok tertentu serta dalam menjalankan usahanya untuk kepentingan hajat
hidup orang banyak yang strategis di desa. Dalam UU Nomor 32 tahun 2004 dan PP
Nomor 72 tahun 2005 diamanatkan bahwa dalam meningkatkan pendapatan masyarakat
dan desa, pemerintah desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Dalam hal perencanaan dan
pembentukannya, BUMDes dibangun atas prakarsa (inisiasi masyarakat), serta mendasarkan
pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif dan emansipatif, dengan dua
prinsip yang mendasari, yaitu member base dan self help. Hal ini
penting mengingat bahwa profesionalime pengelolaan BUMDes benar-benar
didasarkan pada kemauan (kesepakatan) masyarakat banyak (member base),
serta kemampuan setiap anggota untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya
(self help), baik untuk kepentingan produksi (sebagai produsen) maupun
konsumsi (sebagai konsumen) harus dilakukan secara professional dan mandiri.
Seperti
yang telah dikemukakan diatas bahwa berdirinya Badan Usaha Milik desa ini
karena sudah diamanatkan bahwa dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan
desa, pemerintah desa dapat mendirikan badan usaha milik desa. Pilar lembaga
BUMDes ini merupakan institusi sosial-ekonomi desa yang betul-betul mampu
sebagai lembaga komersial yang mampu berkompetisi ke luar desa. BUMDes sebagai
institusi ekonomi rakyat lembaga komersial, pertama-tama berpihak kepada
pemenuhan kebutuhan (produktif maupun konsumtif) masyarakat adalah melalui
pelayanan distribusi penyediaan barang dan jasa. Hal ini diwujudkan dalam
pengadaan kebutuhan masyarakat yang tidak memberatkan (seperti : harga lebih
murah dan mudah mendapatkannya) dan menguntungkan.
Badan Usaha Milik Desa selanjutnya
disingkat dengan BUMDes diproyeksikan muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di
wilayah perdesaan. UU No 6
tahun 2014 tentang Desa memberikan payung hukum atas
BUMDes sebagai pelaku ekonomi yang mengelola potensi desa secara kolektif untuk
meningkatkan kesejahteraan warga desa. Secara substansial, UU No 6 tahun 2014
mendorong desa sebagai subjek pembangunan secara emansipatoris untuk pemenuhan
pelayanan dasar kepada warga, termasuk menggerakan aset-aset ekonomi lokal.
Posisi BUMDes menjadi lembaga yang memunculkan sentra-sentra ekonomi di desa
dengan semangat ekonomi kolektif
Dalam rangka meningkatkan pendapatan
masyarakat dan pendapatan asli desa maka BUMDes ini mempunyai beberapa
kontribusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, salah satunya dalam kebutuhan
pokok di desa. Mengingat bumdes ini adalah suatu lembaga ekonomi modal
usaha, BUMDes ini ialah sebagai salah
satu pembangunan desa mandiri yag dapat berjalan dengan percaya diri bahwa desa
memang sudah berhasil mengatur rumah tangganya sendiri dan menciptakan desa
yang mandiri yang tidak hanya bergantung kepada anggaran dana desa yang telah
diberikan oleh pemerintah
2.
Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Usaha mikro, kecil dan menengah yang
selanjutnya disebut UMKM menurut undang-undnag (UU) Nomor 20 Tahun 2008 tentang
UMKM, usaha kecil adalah sebagai kegiatan ekonomi produktif yang berdiri
sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau usaha besar serta memenuhi kriteria antara lain : kekayaan bersih Rp50
juta sampai dengan Rp500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,
atau memiliki hasil penjualan tahunan Rp300 juta sampai dengan Rp2,5 miliar.
Sedangkan usaha mikro adalah sebuah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan dengan kekayaan bersih paling banyak Rp50 juta
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjulana
tahunan paling banyak Rp300 juta. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha
kecil atau usaha besar dengan kekayaan bersih lebih dari Rp500 juta sampai
dengan Rp10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki
hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2,5 miliar sampai dengan Rp500 miliar.
Menurut badan pusat statistik (Kuncoro
:2010) pengertian UMKM dapat digolongkan berdasarkan jumlah tenaga kerja yaitu
usaha kecil identic dengan industry kecil dan industry rumah tangga (IRT),
industry rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang, industry kecil dengan pekerja
5-19 orang, industry menengah dengan pekerja 20-99 orang dan industry besar
dengan pekerja 100 orang lebih.
Usaha mikro,kecil dan menengah bukan hanya mencakup
industry pengolahan saja namun juga mencakup sector usaha lain, misalnya
perdagangan, konstruksi, pengangkutan, pertanian, jasa dan lainnya.
Kita bisa
mencontoh warga Negara Tiongkok dalam semangat berwirausahanya yang dapat
medorong perusahaan-perusahaan Tiongkok lebih inovatif, sehingga di setiap
rumah dan wilayah ada usaha yang dilakukan oleh warganya dengan menekankan pada
industri yang inovatif, lebih bagus tetapi harganya lebih murah.
3.
Kemiskinan
Kemiskinan didefinisikan
sebagai standar hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi
dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Secara ekonomis, kemiskinan juga dapat diartikan sebagai
kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejehtaraan sekelompok
orang. Kemiskinan memberi gambaran situasi serba kekurangan seperti terbatasnya
modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya
produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang
miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan.
Ketakberdayaan penduduk miskin, hal ini disebabkan mereka tidak memiliki aset
sebagai sumber pendapatan juga karena struktur sosial ekonomi tidak membuka
peluang orang miskin ke luar dari lingkungan kemiskinan yang tak berujung
pangkal. Dalam konteks strategi penanggulangan kemiskinan, Komite
Penanggulangan Kemiskinan menegaskan pentingnya mendefinisikan kemiskinan dari
pendekatan hak. Kemiskinan dipandang sebagai kondisi di mana seseorang atau
sekelompok orang, laki-laki atau perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya
secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Cara
pandang kemiskinan ini beranjak dari pendekatan berbasis hak ini mengakui bahwa
mayarakat miskin mpunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat
lainnya. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi,
tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi
seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Para ahli ekonomi
mengelompokkan ukuran kemiskinan menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut dan
kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut diartikan sebagai suatu keadaan dimana
tingkat pendaatan dari seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya
seperti sandang, pangan, permukiman, kesehatan, dan pendidikan. Ukuran ini
terkait dengan batasan pada kebutuhan pokok atau kebutuha minimum.
Kemiskinan relatif berkaitan
dengan distribusi pendapatan yang mengukur ketidakmerataan. Dalam kemiskinan
relatif, seseorang yang telah mampu memenuhi kebuthan minimumnya belum tentu
disebut tidak miskin, karena apabila dibandingkan dengan penduduk sekitarnya ia
memiliki pendatapatan yang lebih rendah.
2.2 Faktor Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan, khususnya kemiskinan
di kota erat kaitannya dengan langkanya peluang kerja yang produktif. Penduduk,
baik pendatang (urbanis) maupun penduduk kota yang baru masuk angkatan kerja,
dengan kemampuan yang mereka miliki menciptakan kesempatan kerja dengan
memanfaatkan kehidupan kota. Dipandang dari sudut ekonomi, kemiskinan dapat
dilihat dari beberapa sisi,
1)
Secara
makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan
sumberdaya yang menimbulkan distribusi yang timpang. Penduduk miskinmemiliki
sumberdaya terbaas dan kualitasnya rendah.
2)
Kemiskinan
muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya
manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya
upahnya rendah.Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya
tingkat pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau
karena keturunan.
3)
Kemiskinan
muncul akibat perbedaan akses dalam modal.
4)
Di
daerah perkotaan, derasnya arus migran masuk juga memberi dampak terhadap
semakin banyaknya penduduk dalam katagori miskin. Prilaku para migran
dalamkehidupan kota yang sedemikian rupa, yakni pengeluaran yang
serendah-rendahnya di daerah tujuan (kota) agar dapat menabung untuk dapat di
bawa pulang ketika mereka mudik ke kampong halaman (daerah asal). Para migran
memanfaatkan hanya sebagian kecil pendapatannya mereka untuk pengeluaran di
daerah tujuan, disamping memang sebagian besar dari mereka berpendapatan rendah
karena kualitas sumberdayamanusianya juga rendah. Munculnya permukiman kumuh
adalah salah satu ciri kemiskinan perkotaan.
5)
Di
daerah perkotaan, terputusnya akses pengairan di sebagian subak-subak,
berdampak pada perubahan prilaku petani. Apabila petani tidak dapat segera
mengantisipasi perubahan tersebut, mereka akan kesulitan untuk melakukan
aktivitas produktif di pertanian. Optimalisasi lahan yang telah terputus akses
pengairannya perlu segera dipolakan agar kemanfaatannya oleh petani dan
masyarakat perkotaan dapat dirasakan.
C.
PEMBAHASAN
1. Kondisi
Umum Desa Naluk
a.
Aspek
Geografis
Secara
geografis Desa Naluk Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang berada pada posisi
koordinat 6ᶱ45.54ᶱ Lintang Selatan - 6ᶱ48,48ᶱ
Lintang Selatan dan antara 107ᶱ54ᶱ24ᶱ Bujur Timur - 107ᶱ55ᶱ24ᶱ Bujur Timur.
Luas wilayah Desa Naluk adalah 294 ha yang terdiri dari 4 (empat) wilayah
Dusun, 8 (delapan) Rukun Warga (RW) dan 22 (dua puluh dua Rukun Tetangga (RT).
Batas – batas wilayah Desa naluk Kecamatan Cimalaka
kabupaten Sumedang adalah sebagai berikut :
-
Sebelah Utara :
Desa Padasari
-
Sebelah Timur :
Desa Citimun
-
Sebelah Selatan :
Desa Nyalindung dan Desa Trunamanggala
-
Sebelah Barat :
Desa Cipanas Kec. Tanjungkerta.
Bentang Lahan Desa Naluk termasuk wilayah
perbukitan.
Berdasarkan aspek hidrologi wilayah Desa Naluk
berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara Sub DAS Cikandung.
b.
Aspek
Demografi
Penduduk Desa Naluk Kecamatan
Cimalaka kabupaten Sumedang pada Bulan Desember 2015 tercatat sebanyak 3.303
jiwa yang terdiri dari laki – laki
sebanyak 1.635 Jiwa, Perempuan sebanyak 1.668 Jiwa dan 1.158 KK. Laju pertumbuhan penduduk Desa Naluk sekitar 0,89%
dari Tahun 2014 tercatat sebanyak 3.260 jiwa.
2. Usaha
Untuk Mengentaskan Kemiskinan melalui “Satesaha”
Badan usaha milik desa sangat berpotensi lebih untuk
dikembangkan lebih lanjut, karena dapat menunjang pada keberlangsungan
pembangunan di desa dan juga dapat menambah pendapatan asli desa (PAD). Hal ini
dapat ditunjang apabila warga masyarakat desa mempunyai usaha sendiri baik itu
skala industry rumah tangga (IRT) maupun skala mikro, sehingga dengan adanya
usaha dari tiap warga maka akan memberdayakan badan usaha milik desa untuk
memasarkan produk hasil warga masyarakat desa tersebut. Lebih lanjut lagi
dengan konsep atau ide satu rukun tetangga satu usaha (SATESAHA) maka warga masyarakat yang berada pada lingkup satu RT
dapat berkelompok untuk membentuk satu jenis usaha baik itu dalam bidang
pertanian, perikanan, kerajinan maupun dalam bidang jasa. Salah satu contoh
bidang usaha yang ada di desa Naluk untuk setiap RT seperti ada pada tabell
berikut ini:
Tabel 1. Data Usaha di Desa
Naluk
No |
RT/RW |
Jenis usaha |
Produk |
1 |
01/06 |
Perdagangan |
Tahu |
2 |
03/06 |
Jasa |
Konveksi |
3 |
04/06 |
Pertanian |
Jamur Merang |
4 |
02/08 |
Jasa |
Keranjang tahu |
5 |
02/01 |
Perdagangan |
Jaer jemur manis |
6 |
01/05 |
Jasa |
Anyaman bambu |
7 |
02/07 |
Perdagangan |
Tempe |
8 |
03/04 |
Jasa |
Mute kerudung |
(sumber : Desa Naluk)
Dengan adanya berbagai macam bidang
usaha di setiap RT, maka akan menyerap tenaga kerja minimal satu jenis usaha
orang yang bekerja sebanyak 3 orang maka apabila ada 8 jenis usaha, maka yang
bekerja minimal sebanyak 24 orang.
Untuk
memperlancar pemasaran setiap jenis usaha yang berada di tiap RT dapat
bekerjasama dengan badan usaha milik desa (Bumdes) yang sifatnya saling
menguntungkan, sehingga industry rumah tangga dapat mengalami keuntungan untuk
memproduksi lebih lanjut lagi dan Bumdes dapat berlangsung untuk menunjang
keberlangsungan sebuah industry berskala mikro kecil. Adapun untuk pembiayaan
dapat di berikan dari Bumdes dengan agunan yang kecil bila dibandingkan dengan
bank.
Satesaha dapat menjadi sebuah solusi
untuk mengentaskan kemiskinan yang berada di wilayah perdesaan, karena dengan
adanya suatu produk dari hasil industry maka warga masyarakat dapat memiliki penghasilan.
Hal ini berdampak pada kesejahteraan masyarakat sehingga kemiskinan dapat
ditekan serendah-rendahnya, tentunya dengan bantuan dari berbagai pihak. Baik
itu pihak pemerintah desa, pemerintah daerah maupun swasta dapat bersinergi
untuk mendorong dan mewujudkan warga desa yang sejahtera melalui program
satesaha.
D. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penulisan ini adalah:
1.
Untuk
mengentaskan kemiskinan perlu adanya suatu gerakan yang massif dengan
mewujudkan program satesaha (satu RT satu usaha)
2.
Bumdes
memiliki peran yang sangat penting dalam membantu program satesaha dalam
perihal pemasaran, pembinaan dan pembiayaan.
E. DAFTAR
PUSTAKA
Kuncoro,
Mudrajad. 2010. Ekonomika Pembangunan.
Jakarta : Penerbit Erlangga
Undang-undang
No. 20 tahun 2008 tentang Usaha mikro kecil dan menengah
Undang-undang
No.6 tahun 2014 tentang Desa
Laporan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Millenium.2012. Jakarta: Bappenas diunduh pada 22 april 2019 (Tidakditerbitkan)
Badan Pusat Statistik
Sumedang. 2018. Kabupaten Sumedang Dalam
Angka Sumedang Regency Figures 2018. Sumedang: BPS Sumedang
Winarno,
Budi. 2010. Melawan Gurita Neoliberalisme.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Comments
Post a Comment